ALAT PENYEMBUH KANKER OTAK DAN PAYUDARA
Penemuan DR. Warsito P. Taruno
Artikel ini bertujuan untuk sharing kepada yang membutuhkan info terkait alat penyembuhan kanker otak dan payudara dan semoga bermanfaat.
Salah satu sumber artikel http://drwarsito.wordpress.com dan sumber lain yang disebutkan dibawah artikel.
DR. Warsito P. Taruno di acara Kick Andi www.youtube.com/watch?v=Ke6x2apWmOk
Sumber : http://indonesiaproud.wordpress.com
MOHON MAAF JANGAN MENGHUBUNGI TELEPON ZOEL RADIO, SAYA HANYA MEMBANTU MEMPOSTING INFORMASI INI AGAR BISA MEMBANTU SAUDARA-SAUDARA SAYA PENDERITA KANKER.
Info penting yang perlu anda ketahui :
Alat yang ditemukan oleh DR. Warsito P. Taruno belum dikomersialkan, anda yang
benar-benar membutuhkan alat ini silahkan ke alamat dibawah ini :
CTECH LABS Edwar Technology
Jl. Hartono Raya R-28, Modernland, Tangerang
TLP. 021-5529930
(Telpon sementara sulit masuk karena terlalu banyak yang telpon sebaiknya anda datang langsung).
Data yang diperlukan:
1. Fotocopy KTP (Ybs dan Wali)
2. Surat pernyataan volunter ingin memakai alat (dikenai biaya pembuatan alat) dan surat rekomendasi dokter.
3. Hasil scan (CT, MRI, PET, USG, dsbnya), keterangannya difotokopi.
4. Fotokopi hasil lab.
Info tambahan:
Lab buka Senin s.d. Jum’at, mulai pukul 9.00 s/d 17.00 dan Sabtu 1/2 hari. Minggu tutup.
Untuk pasien baru datang Senin s.d. Kamis saja. Untuk pasien lama, kontrol sebulan / 2 bln sekali – telp dulu u/ mendaftar di hari senin s/d sabtu.
Warsito P. Taruno, Ilmuwan Pencipta Alat Pembasmi Kanker Payudara dan Otak
Awalnya, karir Dr Warsito P. Taruno sebagai
peneliti dibangun di Jepang. Di Negeri Matahari Terbit itu, reputasinya sebagai
peneliti cukup diperhitungkan. Dari tangan dinginnya, tercipta sebuah alat
pembasmi kanker otak dan kanker payudara.
Tak sedikit peneliti Indonesia yang lebih suka
berkarir dan bekerja di luar negeri ketimbang di dalam negeri. Sebab, di luar
negeri lebih menjanjikan. Tapi, itu tak berlaku bagi Warsito P. Taruno.
Semula, Warsito merupakan salah seorang peneliti
Indonesia yang berkarir di Shizuoka University, Jepang. Di kampus tersebut,
pria 54 tahun (note: mestinya 45 tahun) itu juga menjadi salah seorang
dosen. Selama berada di Jepang, hidup Warsito lebih dari cukup. Apalagi,
pemerintah di sana sangat memperhatikan dan menghargai para peneliti.
Tapi, itu semua tak menghalangi tekad Warsito
untuk pulang kampung. Dia lantas merintis pendirian Ctech Labs (Center for
Tomography Research Laboratory) Edwar Technology yang bergerak di bidang
teknologi penemuan.
Lama-kelamaan, lembaga tersebut berkembang pesat,
meski berkantor di ruko di kawasan perumahan Modernland, Tangerang. Sejumlah
sistem dan alat berhasil diciptakan Warsito dan kini menjadi incaran dunia
internasional.”Saya ingin pulang ke Indonesia dan melakukan riset sendiri,”
jelas Warsito ketika ditemui di kantornya, Ctech Labs Edwar Technology, kemarin
(29/12).
Kini Warsito dan timnya tengah mengembangkan alat
pembasmi kanker otak dan kanker payudara. Alat tersebut berupa teknologi
pemindai atau tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis
(electrical capacitance volume tomography/ECVT).
Dengan alat tersebut, Warsito yang asli
Karanganyar itu menciptakan empat perangkat pembasmi kanker payudara dan kanker
otak. Perangkat itu terdiri atas brain activity scanner, breast activity
scanner, brain cancer electro capacitive therapy, dan breast cancer electro
capacitive therapy.
Brain activity scanner dibuat Warsito sejak Juni
2010. Alat tersebut berfungsi mempelajari aktivitas otak manusia secara tiga
dimensi. Bentuk alat tersebut mirip helm dengan puluhan lubang connector yang
dihubungkan dengan sebuah stasiun data akuisisi yang tersambung dengan sebuah
komputer.
Alat itu bisa mendeteksi ada tidaknya sel kanker
di otak. “Dengan alat itu, juga bisa dilihat seberapa parah kanker otak yang
diderita pasien,” jelas Warsito.
Sementara itu, breast activity scanner diciptakan
pada September lalu. Sedikit banyak, dua alat itu memiliki kesamaan, yakni
mendeteksi adanya sel kanker di tubuh.
Selain dua alat tersebut, Warsito melengkapinya
dengan membuat brain cancer electro capacitive therapy dan breast cancer
electro capacitive therapy. Dua alat itu berbasis gelombang listrik statis
dengan tenaga baterai. Dua alat tersebut terbukti dapat membunuh sel kanker
hingga tuntas hanya dalam waktu dua bulan.
Warsito telah membuktikan keampuhan alat
ciptaannya kepada kakak perempuannya yang menderita kanker payudara stadium IV.
Terdorong oleh kondisi kakaknya, Suwarni, alumnus Jurusan Teknik Kimia Shizuoka
University, Jepang, tersebut menciptakan breast cancer electro capacitive
therapy yang berbasis listrik statis.
Bentuk alat tersebut dibuat mirip dengan penutup
dada yang mengandung aliran listrik statis di bagian dalam. Penutup dada
berwarna hitam itu terhubung dengan sebuah baterai yang bisa di-charge.
“Sengaja dibuat mirip dengan penutup dada biar mudah digunakan,” papar Warsito.
Warsito pun mengenakan alat temuannya itu kepada
kakaknya selama sebulan. Penutup dada tersebut harus dipakai selama 24 jam.
Pada minggu pertama, terlihat efek samping dari alat itu. Namun, efek tersebut
tidak sampai menyiksa seperti proses kemoterapi. Hanya, keringat penderita yang
menggunakan alat tersebut berlendir dan sangat bau. Urine dan fesesnya
(kotoran) pun berbau lebih busuk. Menurut Warsito, hal tersebut menandakan
bahwa sel kankernya tengah dikeluarkan.
“Bau busuk itu berasal dari sel kanker yang sudah
mati dan dikeluarkan lewat urine, keringat, dan feses. Tapi, si penderita tidak
merasakan sakit, hanya gerah,” paparnya.
Temuan Warsito itu ternyata berhasil. Dalam waktu
sebulan setelah pemakaian, hasil tes laboratorium menyatakan bahwa kakaknya
negatif kanker. Sebulan kemudian, sang kakak dinyatakan bersih dari sel kanker
yang hampir merenggut nyawa itu.
Untuk brain cancer electro capacitive therapy,
suami Rita Chaerunnisa tersebut mencoba mengenakannya kepada seorang pemuda
berusia 21 tahun yang menderita penyakit kanker otak stadium lanjut. Bahan dasar
yang digunakan mirip dengan breast cancer electro capacitive therapy. Namun,
bentuknya disesuaikan dengan bentuk kepala sehingga menyerupai pelindung
kepala.
Serupa dengan metode yang diterapkan kepada sang
kakak, Warsito mengenakan alat tersebut kepada pemuda itu selama sebulan pada
September lalu. Karena alat itu dipakai di kepala, pasien akan merasakan gerah
pada bagian kepala.
Pada tiga hari awal pemakaian alat tersebut,
tingkat emosi pasien akan meningkat. Setelah itu, muncul gejala-gejala keringat
berlendir hingga feses yang baunya lebih nggak enak.
Warsito menceritakan, awalnya pemuda tersebut
mengalami lumpuh total. Dia tidak bisa bangun dari tempat tidur, bahkan tidak
mampu menelan makanan. Sel kanker telah menyebar di area pangkal otak penderita
itu. Namun, setelah seminggu pemakaian alat tersebut, pemuda itu sudah bisa
bangun dari tempat tidur serta menggerakkan tangan dan kaki.
Setelah dua bulan pemakaian, pemuda tersebut
sudah dinyatakan sembuh total. “Dua bulan sudah bersih. Sel kankernya sudah
hilang,” papar dia.
Setelah keberhasilan dua pasien itu, Warsito
menerima banyak pesanan. Bahkan, jumlahnya mencapai ratusan. Saat pesanan
membeludak, para staf Warsito terpaksa bekerja ekstrakeras hingga larut malam.
Sebab, setiap pasien tidak bisa menggunakan alat yang sama. “Alat terapi itu
harus dibuat sesuai dengan kondisi pasien sehingga tidak sama antara satu dan
yang lain,” jelasnya.
Karena masih tergolong riset, harga alat terapi
itu tergolong sangat terjangkau, hanya sekitar Rp 1 juta. Saat ini alat
pembasmi kanker tersebut telah didaftarkan di Kementerian Kesehatan untuk
mendapat izin edar. “Kalau sudah ada izin, bisa segera digunakan oleh
masyarakat luas. Harga bisa berubah, tapi pastinya masih terjangkau,” ucap dia.
Keberhasilan Warsito tersebut ternyata juga
menjadi perhatian dunia internasional. Salah satu di antaranya, The University
of King Abdulaziz, Saudi Arabia. Universitas yang berlokasi di kota Jeddah itu
sudah memesan breast activity scanner dan brain activity scanner. “Dan satu lagi
alat scanner untuk perminyakan yang menggunakan sistem ECVT 128 channel,”
jelasnya.
Sebuah rumah sakit besar di India pun sudah
memesan sejumlah alat terapi kanker payudara ciptaan Warsito. “Ya, baru
beberapa hari lalu kami melakukan clinical test di India,” imbuh dia.
Sebelum menemukan alat pembasmi kanker payudara
dan otak, Warsito sudah dikenal dunia internasional lewat temuannya, yakni
sistem ECVT. Sistem ECVT tersebut merupakan tugas akhir Warsito ketika menjadi
mahasiswa S-1 di Shizuoka University, Jepang, pada 1991. Berdasar sistem
tersebut, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun tertarik memakai teknologi
pemindai temuan Warsito tersebut.
NASA menggunakannya pada pesawat ulang alik.
Teknologi tersebut memungkinkan untuk melihat tembus timbunan material di
dinding luar pesawat ulang alik. “Kalau ada timbunan air di bagian luar
pesawat, dindingnya bisa terbakar,” jelasnya.
Tidak hanya itu. Saat mengajar di Ohio State
University pada 2001, dia berhasil mengembangkan tomografi kapasitansi listrik
berbasis medan listrik statis. Paper yang menjelaskannya dimuat di jurnal
Measurement Science and Technology. Artikel tersebut menjadi paper yang paling
banyak diakses di penerbitan online oleh Institute of Physics (London).
Teknologi tersebut dipatenkan di Amerika pada
2003. Saat masih aktif mengajar dan berkutat dengan sejumlah riset di Ohio
State University, Amerika Serikat, Warsito malah memilih pulang ke Indonesia
pada 2003. Pilihannya untuk kembali ke tanah air tidak direstui pihak institusi
tempatnya mengajar waktu itu. Masih banyak kewajiban yang harus dipenuhi
Warsito.
Alhasil, dia pun terpaksa bolak-balik
Amerika-Indonesia selama kurun waktu 2003-2006. Pada 2005, Warsito mulai
mengajar di Jurusan Fisika Medis Universitas Indonesia.
Namun, pada 2006, pihak Ohio State University
yang selama ini mendanai riset Warsito menghentikan aliran dananya. Warsito
yang kala itu sudah membangun perusahaan di Indonesia terancam bangkrut. Selama
dua tahun dia berupaya menutupi semua biaya risetnya dengan berbagai cara.
“Habis-habisan pokoknya,” jelasnya.
Namun, di balik kesulitan finansial yang
membelit, Warsito berhasil melakukan sebuah pencapaian. Pada akhir 2007, dia
berhasil menciptakan sistem tomografi empat dimensi pertama di dunia. Institusi
tempat dirinya bekerja dulu, Ohio State University, langsung tertarik membeli
sistem tersebut.
“Tapi, saya maunya mereka membayar 100 persen di
muka. Awalnya mereka pikir-pikir. Tapi, setelah saingan mereka Washington State
University juga tertarik membeli, mereka langsung oke,” jelasnya.
Dari situ kondisi keuangan Warsito membaik. Tanpa
bantuan pemerintah, dia mulai bisa menciptakan temuan-temuan yang lain. Di
antaranya, temuan yang dinamakan Sona CT Scanner. Alat tersebut adalah scanner
berbasis ultrasonik untuk tabung gas bertekanan tinggi. Alat tersebut merupakan
pesanan PT Citra Nusa Gemilang, pemasok tabung gas bagi bus Transjakarta.
Berkat sejumlah temuannya, Warsito pernah
diganjar beberapa penghargaan. Di antaranya, penghargaan rintisan teknologi
industri, Kemenperin; penghargaan inovator teknologi, Kemenristek; hingga
penghargaan Achmad Bakrie pada 2009 untuk teknologi.
Ke depan Warsito mengatakan bahwa dirinya ingin
memperdalam temuannya. Yakni, alat pendeteksi kanker otak dan payudara. Dia
juga akan menciptakan alat terapi untuk segala jenis kanker dengan menggunakan
metode gelombang listrik statis. “Fokusnya ke depan ya di tiga itu dulu,”
imbuhnya
Sumber: Jawa Pos 30 Desember 2011
Suwarni,
Survivor Kanker Payudara yang Sembuh Total berkat Alat Ciptaan sang Adik
Suwarni adalah sosok yang menginspirasi ilmuwan
UI Warsito P. Taruno menciptakan alat terapi kanker payudara. Berkat alat
terapi berbasis listrik statis tersebut, kanker payudara stadium IV yang
diderita Suwarni sembuh total hanya dalam hitungan bulan.
SEKARING RATRI A., Solo
SUWARNI, 50, beberapa kali tersenyum menyaksikan
polah tingkah cucu perempuannya yang tengah asyik bermain dengan sepedanya.
Perempuan berjilbab itu juga terlihat sehat dan bahagia. Untuk ukuran
perempuan setengah baya, Suwarni tergolong masih energik. Padahal, perempuan
berkacamata itu adalah salah seorang survivor kanker payudara. Namun,
tidak seperti survivor kanker payudara pada umumnya yang bisa sembuh atas
bantuan dokter. Suwarni yang pernah mengidap kanker payudara stadium IV
berhasil sembuh total berkat temuan adik kandungnya, ilmuwan Universitas
Indonesia (UI) Warsito P. Taruno. “Adik saya itu benar-benar malaikat penolong
saya. Benar-benar mukjizat ini,” ujar Suwarni saat ditemui di kediamannya,
kawasan Triyagan, Mojolaban, Sukoharjo (31/12). Suwarni mengaku shock saat
mengetahui dirinya menderita kanker. Sebab, gaya hidup dan pola makannya cukup
sehat. Apalagi, dia tinggal di daerah pinggir kota yang jauh dari polusi
kendaraan. Ibu tiga anak itu mulai merasakan gejala penyakit ganas
tersebut pada pertengahan 2009. Dia menuturkan, secara tidak sengaja,
payudaranya terbentur kaca spion motor. Benturan itu tidak keras, namun rasa
sakit yang dirasakan cukup hebat. Meski begitu, dia memilih membiarkan hal
tersebut. Rasa sakit itu kembali timbul saat payudaranya tidak sengaja terkena
kepala cucu. Sekali lagi, Suwarni merasakan sakit yang luar biasa.
Seperti sebelumnya, dia memilih mengabaikan rasa
sakit tersebut hingga akhirnya dia melihat perubahan pada tekstur payudaranya.
Puting payudaranya tiba-tiba terdorong ke dalam. “Di bawahnya juga ada
benjolan,” kenang perempuan kelahiran 23 Juli 1961 itu. Suwarni
menunjukkan perubahan tersebut kepada suaminya. Sang suami langsung memaksa dia
untuk memeriksakan diri. Suwarni menurut. Pada 4 Februari 2010, Suwarni
memeriksakan diri ke Rumah Sakit Umum dr Moewardi, Solo. Menurut istri Suparjo
itu, saat dirinya menjelaskan gejala-gejala yang dialami, sang dokter langsung
tahu bahwa dirinya menderita kanker payudara stadium IV. Dengan kata lain,
kondisi Suwarni sudah parah. Dokter yang menangani Suwarni adalah seorang
dokter spesialis onkologi ternama di Solo, yakni dr Djoko Dlidir SpBOnk.
Mendengar keterangan dokter tersebut, Suwarni langsung shock. “Saya sampai
gemetar,” kata Suwarni dengan mata memerah. Sebab, lanjut dia, selama ini
dirinya tidak pernah menderita penyakit berat. Setelah itu, dia menjalani
serangkaian tes di laboratorium. Sepulang dari rumah sakit, Suwarni
memberanikan diri memberi tahu anak-anaknya. Semua menangis
mengetahui kondisi ibunya. Keesokan harinya dia kembali menemui dokter. Namun,
Suwarni diharuskan kembali melakukan pemeriksaan laboratorium. “Sebab,
sebelumnya ada yang salah,” katanya. Berselang dua hari kemudian, nenek
dua cucu itu kembali memeriksakan diri. Melihat kondisi Suwarni, dokter memutuskan
melakukan operasi sehari kemudian. Dua minggu pascaoperasi, Suwarni
merasa lega. Dia mulai beraktivitas seperti biasa. Berdasar hasil pengangkatan
sel kanker, dokter mendeteksi bahwa kanker tersebut termasuk ganas. Karena itu,
Suwarni diharuskan untuk melakukan kemoterapi.
Namun, dia ragu. Padahal, seluruh keluarganya
mendukung dia agar melakukan kemoterapi. “Karena waktu saya tanya, dokternya
ternyata tidak berani jamin saya bisa sembuh jika kemoterapi. Sebab, itu cuma
nunda. Apalagi, biayanya mahal, hampir Rp 20 juta sekali kemoterapi,” jelasnya.
Awalnya Suwarni hanya memberi tahu kakak perempuannya yang berada di
Jakarta. “Kakak perempuan saya terus cerita ke Warsito. Saya ndak berani cerita
ke Warsito karena saya takut ngganggu,” jelasnya. Begitu tahu sang kakak
menderita kanker, Warsito langsung menelepon Suwarni. Suwarni juga
sempat menanyakan harapan hidup dirinya kepada dokter. Menurut dokter yang
merawatnya, dia hanya memiliki waktu paling lama dua tahun ke depan. Mendengar
itu, Suwarni memberanikan diri curhat kepada sang adik, Warsito.
“Dia bilang, Yu (Mbak -panggilan Warsito kepada
Suwarni, Red) ndak usah mikir macem-macem. Jangan malah banyak pikiran. Yang
penting makan yang banyak,” ujar Suwarni menirukan ucapan adiknya yang enam
tahun lebih muda darinya itu. Sekitar tiga bulan kemudian, sang adik
kebetulan ada kunjungan ke Jogjakarta bersama Menristek, kala itu, Suharna
Surapranata. Sebagai informasi, hingga kini Warsito adalah staf khusus
Kemenristek. Ternyata, dalam kurun waktu tiga bulan setelah mendengar curhat
sang kakak, Warsito menciptakan alat terapi kanker payudara khusus untuk
kakaknya.
Alat yang bentuknya mirip penutup dada berwarna
hitam itu diantarkan langsung ke rumah Suwarni oleh staf Warsito. “Sementara
dia kasih instruksi lewat telepon. Ya dia bilang, Yu ini harus dipakai 24 jam,
tapi jangan kena air,” ungkapnya.
Setelah mendapat alat tersebut, keesokan harinya
Suwarni kembali mendatangi dokter. Dia menunjukkan alat tersebut. Sang dokter
meminta Suwarni melakukan pemeriksaan di laboratorium setelah pemakaian alat
tersebut selama sebulan.
Sebulan berlalu, Suwarni melakukan tes dan
menyerahkan hasilnya kepada dokter itu. Sang dokter pun mengakui, hasil tes
tersebut menyatakan penyakit kanker payudaranya sudah negatif. Meski begitu,
sang dokter tetap meminta Suwarni terus memeriksakan diri.
Sesuai dengan arahan dokter, sebulan berikutnya
Suwarni yang rutin menggunakan alat tersebut sekali lagi melakukan tes di
laboratorium. Seperti sebelumnya, dia membawa hasil tes tersebut kepada dokter.
“Bulan berikutnya saya checkup lagi. Pas dokternya lihat hasil lab-nya, dia
lihat lama sekali, kira-kira seperempat jam. Lalu, dia bilang, alhamdulillah,
ini mukjizat buat Ibu, sudah bersih ini,” ujar Suwarni. Mendengar
jawaban sang dokter, Suwarni pun merasa lega bukan main. Meski begitu, dia
tetap rutin melakukan pemeriksaan di laboratorium. Hingga Desember 2011,
Suwarni masih melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan tersebut selalu
dikirimkan kepada sang adik.
“Saya kirim ke dia semuanya. Dia terus pantau apa
sel kankernya ada lagi atau ndak dan, alhamdulillah, sampai sekarang ndak ada,”
jelasnya. Selain sel kanker, penyakit-penyakit lainnya ternyata membaik.
Suwarni menyebutkan, dirinya juga memiliki tekanan darah tinggi dan asam urat.
Namun, setelah menggunakan alat tersebut, tekanan darahnya mulai normal.
Kesembuhan Suwarni itu pun mengagetkan Warsito.
Karena itu, dia ingin mendalami lebih jauh alat temuannya tersebut. Bahkan,
sang kakak pernah diundang ke kantornya untuk memberikan testimoni kepada
kalangan medis internasional yang tertarik dengan temuannya itu.
“Saya pernah dipertemukan sama orang India yang
tinggal di Malaysia dan orang Singapura. Mereka tertarik sama alatnya adik
saya,” katanya. Dengan keberhasilan sang adik tersebut, Suwarni berharap
agar banyak perempuan pengidap kanker payudara seperti dirinya bisa
disembuhkan. Memang, selain mengandalkan temuan sang adik, Suwarni menerapkan
hidup yang benar-benar sehat. Dia memperbanyak berolahraga dan mengonsumsi
sayur serta buah-buahan. Hingga kini, Suwarni masih memakai alat
tersebut, namun hanya 12 jam sehari. “Tapi, kadang ya tidak saya pakai,” imbuh
dia. Sementara itu, dr. Djoko Dlidir, Sp.BOnk mengaku tidak ingat pernah
menangani pasien bernama Suwarni. Menurut dr Djoko, dirinya menangani ribuan
pasien kanker payudara yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. “Waduh,
saya ndak ingat ya. Kalau ndak lihat rekam medisnya, saya ndak ingat
detailnya,” jelasnya ketika ditemui di Hotel Lor In, Solo, Sabtu malam (31/12).
Namun, menurut onkolog ternama di Kota Solo itu,
dirinya tidak pernah memvonis negatif hasil tes kanker payudara pasiennya.
Sebab, menurut dia, sel kanker bisa saja tumbuh, bahkan setelah belasan tahun.
“Saya ndak pernah bilang negatif, tetap harus kontrol. Sebab, pasien yang sudah
sebelas tahun bersih bisa tumbuh lagi kok,” imbuh dia. Meski begitu, dia
sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan Warsito. Menurut dia, yang terpenting
adalah kesembuhan pasien. “Kami kalangan medis tidak masalah dengan adanya penemuah-penemuan
seperti itu. Itu justru membantu sekali. Kan yang paling penting adalah pasien
itu sembuh,” katanya. (c4/nw).
Alamat Terbaru PT.EDWAR TECHNOLOGI
BalasHapusC-CARE KLINIK RISET KANKER CTECH LAB
Jl.Jalur Sutra kavling Spektra Blok 23 B-C No.10-11 Alam Sutra Tangerang Selatan(Serpong)Banten. 021.29315015/0215529930